Pemerintah menunjukkan komitmenya untuk menggelar teknologi Wimax di Indonesia mulai
tahun depan. Hal itu ditunjukkan dengan merealisasikan janjinya menggelar
ujicoba teknologi tersebut mulai pertengahan Oktober lalu sebagai bagian dari
persiapan tender frekunsi Broadband Wireless Access (BWA) pada Desember nanti.
BWA merupakan layanan telekomunikasi berbasis data yang bekerja pada spektrum pita
lebar layaknya Wi-Fi namun dengan jangkauan lebih luas dan kemampuan transmisi
lebih cepat. Salah satu negara yang telah mengimplementasikan teknologi ini adalah
Rusia.
Di Indonesia, terdapat 100 MHz pita frekuensi yang akan ditender di pita 2,3 GHz
dan 3,3 GHz. Dari kedua pita tersebut, 75 persen akan dialokasikan untuk BWA
Nomadic, sementara 25 persen sisanya untuk BWA Mobile.
Tender nantinya akan digelar untuk tiap wilayah. Di tiap wilayah, akan dipilih
delapan operator untuk memenangkan lisensi yang bisa dimanfaatkan untuk menggelar
layanan broadband dengan teknologi Wimax. Tiap operator di satu wilayah
berkesempatan memenangkan pita BWA selebar 12,5 MHz
Ujicoba teknologi Wimax sendiri dilakukan di Bandung selama tiga bulan, mulai
tanggal 15 Oktober hingga Desember. Tujuan dari ujicoba itu tidak hanya ingin
mengetahui kelebihan dari teknologi tersebut, tetapi juga untuk kepentingan
perkembangan konten lokal.
Sebagai bentuk dukungan bagi konten lokal, saat ujicoba tersebut pemerintah
mengundang dua perusahaan dalam negeri yakni PT Hariff dan PT Indonesian Tower
(dengan perangkat TRG-nya).
“Ujicoba itu bertujuan untuk mencari tahu, kira-kira kelemahan apa yang masih ada
dalam perangkat-perangkat lokal tersebut. Maka dari itu kami membuat ujicoba ini
terbuka untuk publik sehingga siapa pun, baik masyarakat maupun operator, dapat
memberikan masukan-masukan yang membangun untuk perkembangan perangkat lokal,” papar
Ketua Tim Penyelenggaraan BWA, Suhono Harso Supangkat di Jakarta belum lama ini.
Dijelaskannya, dalam ujicoba tersebut teknologi Wimax akan dipasang di 10 hingga
20 titik di Bandung. Jumlah tersebut akan memastikan teknologi Wimax mampu
menyelimuti Bandung sehingga masyarakat di dalam wilayah tersebut, secara tidak
langsung dapat menggunakan teknologi nirkabel.
Siapkan Pasar
Praktisi Telematika Onno Purbo menyarankan, sebelum pemerintah menggelar tender BWA
harus sejak dini diciptakan kebutuhan di pasar akan teknologi broadband tersebut.
Penciptaan tersebut bisa melalui mengeluarkan instruksi bagi instansi pemerintah
untuk mengelar teknologi informasi berbasis BWA atau mempermudah izin penyedia jasa
internet (PJI) di lapangan.
”Jika ada kebutuhan yang besar, pelaku usaha akan tertarik mengembangkan teknologi
tersebut. Kalau ini tidak terjadi, maka yang ada frekuensi hanya dimanfaatkan oleh
operator besar,” tuturnya.
Hal senada disuarakan oleh Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia
(APJII) Sylvia Sumarlin yang meminta pemerintah memberikan kesempatan kepada
operator berskala kecil dan Usaha Menengah Kecil, Mikro (UMKM), untuk mengembangkan
usahanya dengan mengalokasikan sebagian frekuensi 2,3Ghz setidak-tidaknya 3 kali 15
mhz per region bagi kedua kelompok usaha tersebut.
”Jika itu dilakukan pemerintah akan memacu dampak berganda (multipiler effect)
untuk penciptaan lapangan kerja dan usaha baru. Bukankah ini tujuan lain dari Wimax
selain meningkatkan keterjangkaun masyarakat akan akses internet,’ jelasnya.
Model Bisnis
Selanjutnya Onno menyarankan, jika para pemenang tender terdapat operator
penyelenggara jaringan dan jasa, maka pemerintah harus menjaga model bisnis yang
ideal agar kompetisi tetap terjaga.
Operator jaringan diminta tidak boleh membundel (bundling) teknologi wimax dalam
pemasarannya dengan telephony dasar. ”Jika operator tersebut dibiarkan membundel,
maka kasihan penyelenggara jasa karena mereka tidak akan mampu bersaing,”
tuturnya.
Pemisahan tersebut, lanjutnya, dapat dilakukan oleh pemerintah dengan meminta
operator membuat pembukuan yang berbeda untuk teknologi wimax dan teknologi lainnya.
”Nanti akan ketahuan mana operator yang gencar berjualan wimax atau menjadikan
teknologi tersebut hanya sebagai pelengkap,” jelasnya.
Masalah Frekuensi
Onno juga meminta pemerintah mewaspadai alokasi frekuensi yang ditender,”Secara
regulasi di 2,3 Ghz itu memang kosong. Tetapi praktik di lapangan, frekuensi
tersebut banyak dipakai untuk akses internet atau radio swasta”.
”Jangan sampai nantinya pemenang tender harus membersihkan dulu frekuensi tersebut
dari penumpang gelap. Kalau begitu akan makan waktu lagi untuk implementasi,”
tambahnya.
Sylvia menyarankan, pemerintah harus segera membuka tender kedua alokasi frekuensi
2,3 GHz ketika industri dalam negeri telah siap menyediakan produk perangkat BWA 2,3
GHz mobile tanpa harus menunggu datangnya tahun 2010.
”Pengembang perangkat lokal sudah siap untuk wimax. Sekarang tinggal dukungan dari
pemerintah saja.
Secara terpisah, Direktur Utama Indonesian Tower Sakti Wahyu Trenggono menyambut
baik niat pemerintah untuk mengembangkan teknologi Wimax.
“Kami senang dengan langkah pemerintah. Ini artinya mereka memberi kesempatan kepada
pelaku bisnis, khususnya bagi pemasok, yang tergolong sulit untuk meyakinkan
operator mengenai kemampuan perangkat lokal,” ujarnya.
Menurut Sakti, selama ini operator telekomunikasi cenderung meremehkan
perangkat-perangkat buatan lokal. Bahkan meyakinkan mereka melalui bantuan peraturan
dan demo pun tidaklah cukup. Oleh karena itu, diharapkan adanya ujicoba dan
regulasi dapat meyakinkan operator tentang kemampuan perangkat lokal, yang sama
dengan asing.
Pada kesempatan lain, Dirjen Postel Basuki Yusuf Iskandar menegaskan, pemerintah
tidak akan main-main dengan pengembangan teknologi wimax karena menyangkut
hidup-matinya industri perangkat lokal.
”Di wimax ini kita harus hati-hati membuat kebijakan. Pemain lokal harus diberikan
tempat untuk berkontribusi mengembangkan teknologi. Kalau tidak, Indonesia akan
selamanya menjadi konsumen teknologi dari luar negeri, tidak pernah bertindak
sebagai produsen,” tegasnya.
”Inilah yang menjadi alasan tender diundur beberapa kali. Kita menunggu konten
lokal siap. Sekarang tinggal digodog masalah aturan peserta tendernya saja,”
tambahnya.[dni]
Tinggalkan komentar
Belum ada komentar.
Tinggalkan Balasan