290311 Bisnis VoIP Harus Ditata Ulang

 

 

JAKARTA—Pemerintah didesak untuk menata ulang bisnis penyelenggaraan jasa telekomunikasi berbasis Voice Over Internet Protocol (VoIP) agar para pelaku usaha mendapatkan kepastian hukum.

 

“Bangsa ini seperti mengalami paranoid dengan layanan VoIP. Apalagi belum lama ini ada hukuman bagi dua pejabat Telkom yang dianggap menjalankan VoIP illegal di Makassar,” ungkap Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Teleponi Indonesia (APITI) Teddy A Purwadi di Jakarta, Senin (28/3).

 

Menurutnya, hal yang  mendesak harus dilakukan oleh  regulator menata bisnis VoiP adalah  menghentikan pemberian izin telepony untuk keperluan publik  karena pemainnya sudah terlalu banyak sehingga tidak lagi ekonomis.

 

“Penerbitan tambahan izin Internet Telepony untuk Keperluan Publik (ITKP) akan percuma karena terjadi dua sektor penyelenggaraan layanan tersebut, yaitu operator teleponi PSTN atau seluler dan Internet service provider (ISP),” jelasnya.

 

ITKP merupakan izin penyelenggaraan layanan voice over Internet protocol (VoIP). Pemerintah telah mengeluarkan 22 pemegang izin prinsip penyelenggaraan ITKP dan kemungkinan terus bertambah. Bagi APITI,   VoIP merupakan kebutuhan komunikasi dasar di mana keterhubungan sistem broadband sudah secara langsung, tanpa melalui sentral teleponi terpusat lagi.

 

Dijelaskannya,  pembahasan tentang VoIP di Indonesia sudah diatur sepanjang yang berhubungan dengan panggilan suatu nomor teleponi kepada operator telekomunikasi berdasarkan UU Telekomunikasi yang masih berlaku, dan dapat diterapkan baik secara teknis dan bisnis untuk kepentingan publik.

 

Kenyataannya,   perundangan telekomunikasi di seluruh dunia kewalahan dengan kemajuan protokol Internet untuk VoIP ini, sehingga operator bersifat defensif dan cenderung mengusulkan proteksi melalui regulator setempat, yakni pembakuan tiga panggilan telepon yang harus dipertahankan, yaitu panggilan lokal, Sambungan Langsung Jarak Jauh (SLJJ), dan Sambungan Langsung Internasional (SLI).

 

Sedangkan di beberapa negara International Telecommunication Union (ITU) terdapat  arif terminasi dan outgoing diterapkan dalam VoIP.  ITU kemudian mendesak industri pemasok sistem untuk sepakat atas pembakuan yang berlaku, sementara kemajuan protokol Internet mendesak dengan open-system di berbagai aplikasi Internet telephony.

 

“Solusi dari kondisi ini untuk  Indonesia,  diterbitkannya kebijakan izin ITKP yang melihat model bisnis secara holistic. Soalnya di lapangan ada yang terjadi penyelenggara tidak memiliki izin VoIP bekerjasama dengan pemilik lisensi atau operator membiarkan terjadinya perubahan terminasi dari clear channel menjadi VoIP,” keluhnya.[dni]

Tinggalkan komentar

Belum ada komentar.

Comments RSS TrackBack Identifier URI

Tinggalkan komentar